Quo Vadis Visi Olah Raga Indonesia?

By Fajar Mutaqin Ahmad - Rabu, 9 September 2015 | 14:43 WIB
Yulius Yego (Kenya), menjuarai nomor lempar lembing di Kejuaraan Dunia Atletik 2015 di Beijing.
Alexander Hassenstein/Getty Images
Yulius Yego (Kenya), menjuarai nomor lempar lembing di Kejuaraan Dunia Atletik 2015 di Beijing.

Hingga peringatan Hari Olah Raga Nasional (Haornas) ke-32, kita selalu dihadapkan pada sebuah pertanyaan, mengapa belum ada kemajuan signifikan di olah raga kita?

Muara dari pertanyaan itu tentu ada pada soal adakah visi olah raga di republik yang kita cintai ini? Jika belum ada, dan tampaknya memang iya, marilah kita sama-sama memikirkan hal itu. Bicara untuk mendapatkan visi olah raga yang menuju prestasi tidaklah sulit.

Jika dulu kita harus menyeminarkan, lalu menyusun program atau desain besar dengan judul bombastis, entah itu Garuda Emas (Gapai, Rebut, Uber, Dapatkan Emas) atau Indonesia Emas, kini tak perlu repot-repot melakukan itu.

Saat ini, membuat visi olah raga masa depan dengan menyandarkan pada program atlet elite demi meraih prestasi dunia menjadi hal yang bisa dilakukan negara mana pun. Kuncinya hanya satu: komitmen dalam menjalankan!

Mengapa mudah? Karena menciptakan atlet kelas dunia dengan program pengembangan atlet elite sudah berlaku secara homogen. Artinya, program itu bisa dijalankan dengan seragam.

Entah itu bangsa Asia atau Afrika, sepanjang menjalankan program atlet elite yang sebelumnya dikembangkan di dunia Barat, maka hasilnya akan sama.

Tiru Jepang dan Kenya

Jepang contohnya. Usai mendulang prestasi buruk Olimpiade Barcelona 1992 dan berlanjut di Atlanta 1996, mereka langsung merombak visi pembinaan prestasi olah raganya dengan fokus pada atlet elite. Prestasi puncak langsung diraih di Olimpiade Athena dengan meraih 16 medali emas dan menduduki peringkat lima dunia.

Meski di dua Olimpiade terakhir belum bisa mengulangi prestasi medali emas dua digit, fondasi olah raga prestasi yang kuat telah dimiliki Jepang, yang baru membangun olah raganya di tahun 1980-an.

Apa yang Jepang lakukan pasca-1996 itu tak lain mengadaptasi visi membangun olah raga lewat program atlet elite. Mereka meng-copy paste semua pola atlet elite barat dan menjalankan komitmennya.


Editor :
Sumber : Harian BOLA 9 September 2015


Komentar

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

YANG LAINNYA

SELANJUTNYA INDEX BERITA

Close Ads X